Apa itu kontrak EPC sering menjadi pertanyaan utama dalam dunia proyek konstruksi berskala besar. Dalam suatu proyek pembangunan infrastruktur energi, sebuah perusahaan ditunjuk untuk bertanggung jawab penuh mulai dari perencanaan teknis, pengadaan material, hingga proses konstruksi. Semua tahap tersebut berada di bawah satu kesatuan kontrak yang disebut EPC.
Sistem ini dirancang untuk memberikan efisiensi maksimal karena hanya satu entitas yang mengelola keseluruhan proyek, sehingga risiko keterlambatan dan pembengkakan biaya dapat ditekan. Kontrak EPC juga menuntut adanya kepastian hasil proyek harus selesai tepat waktu, sesuai anggaran, dan memenuhi spesifikasi teknis yang telah disepakati.
Bagi pemilik proyek, model ini memberikan keuntungan karena hanya berurusan dengan satu pihak yang bertanggung jawab secara menyeluruh. Karena itu, pemahaman menyeluruh mengenai apa itu kontrak EPC menjadi hal krusial sebelum memulai proyek strategis berskala besar.
Kontrak EPC adalah jenis perjanjian yang umum digunakan dalam proyek infrastruktur berskala besar, seperti pembangunan pembangkit listrik, kilang minyak, atau fasilitas industri. EPC sendiri merupakan singkatan dari Engineering, Procurement, and Construction, yang berarti seseorang bertanggung jawab atas seluruh proses proyek, mulai dari rekayasa teknis (engineering), pengadaan barang dan jasa (procurement), hingga pelaksanaan konstruksi (construction).
Dalam kontrak ini, pemilik proyek hanya berhubungan dengan satu pihak, yang bertanggung jawab menyelesaikan proyek sesuai spesifikasi, waktu, dan biaya yang telah disepakati.
Tahapan dalam kontrak EPC (Engineering, Procurement, and Construction) secara umum terbagi menjadi tiga fase utama yang saling berkaitan, yaitu:
Tahap awal ini melibatkan proses perencanaan dan desain teknis proyek, termasuk:
Tahap pengadaan fokus pada penyediaan seluruh material, peralatan, dan jasa pendukung, meliputi:
Tahapan ini adalah implementasi fisik dari proyek berdasarkan hasil perancangan dan pengadaan, meliputi:
Berikut adalah beberapa keunggulan kontrak EPC (Engineering, Procurement, and Construction) yang menjadikannya pilihan utama dalam proyek berskala besar:
Pemilik proyek hanya berurusan dengan satu kontraktor utama yang mengelola seluruh proses, mulai dari desain hingga konstruksi. Ini menyederhanakan komunikasi dan koordinasi.
Kontrak EPC umumnya bersifat lump sum turnkey, artinya kontraktor bertanggung jawab menyerahkan proyek sesuai anggaran dan waktu yang telah disepakati, sehingga risiko pembengkakan biaya dan keterlambatan bisa diminimalkan.
Karena kontraktor bertanggung jawab penuh, mereka akan memastikan setiap tahap memenuhi standar teknis dan kualitas yang telah disepakati dalam kontrak.
Proses engineering, procurement, dan construction dapat dilakukan secara paralel atau tumpang tindih, yang mempercepat waktu penyelesaian proyek.
Sebagian besar risiko ditanggung oleh kontraktor EPC, seperti risiko teknis, keterlambatan pengiriman, atau kesalahan desain.
Sebagai salah satu jenis kontrak yang paling banyak digunakan dalam proyek-proyek berskala besar, kontrak EPC (Engineering, Procurement, and Construction) menawarkan efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan dengan sistem terintegrasi dari perencanaan hingga konstruksi. Pemahaman yang tepat mengenai struktur, kewajiban, serta risiko dalam kontrak ini sangat penting bagi para pelaku usaha jasa konstruksi. Bagi perusahaan yang ingin terlibat dalam proyek EPC dan membutuhkan legalitas formal seperti Sertifikat Badan Usaha (SBU), penting untuk bekerja sama dengan pihak yang berpengalaman dan terpercaya. Untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan pengurusan SBU serta konsultasi konstruksi profesional, Anda dapat mengunjungi website resmi PT. Konsultan Katiga Indonesia